KONSEP ASKEP ANEMIA PADA IBU HAMIL
Abstract
This study aims to determine the relationship between diet and the incidence of anemia in pregnant women in Puskesmas Jalan Gedang Kota Bengkulu. Based on the preliminary study conducted on 10 people pregnant women in the work area of gedang puskesmas got 5 mother mother had pregnancy anemia in trimester 1 and 2I, when asked this matter because of the food menu that potluck.The study method used was a descriptive analytic cross sectional design. This studywas conducted in Jalan Gedang health center Bengkulu City from March 1 until May 1, 2017, with the samples of 30 respondents. Retrieving data was done using a questionnaire sheet and documentation of patient status and then analyzed by univariate and bivariate using Chi Square test. Results of the 30 respondents were half of the respondents 50.0% had unhealthy eating patterns, almost half of respondents 26.7% had anemia. Based on Chi-Square test pvalue 0.035, which shows there was a correlation between the diet and the incidence of anemia among pregnant women in Jalan Gedang health center Bengkulu City.
Keywords: Anemia of Pregnant Women, Diet,
ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA PADA IBU HAMIL
A. Latar Belakang
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah, bahkan murah. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia hamil disebut “potentia danger to mother and child” (potensial membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan.(Manuaba 1998)
Menurut WHO kejadian anemia hamil berkisar antara 20% sampai 87% dengan menetapkan Hb 11gr% sebagai dasarnya. Angka anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Hoo Swie Tjiong menemukan angka anemia kehamilan 3,8% pada trimester I, 13,6% trimester II, dan 24,8% pada trimester III. Pada pengamatan ebih lanjut menunjukkan bahwa kebanyakan anema yang diderita masyarakat adalah karena kekurangan zat besi yang dapat diatasi melalui pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi. Selain itu didaerah pendesaan banya dijumpai ibu hamildengan malnutrisi atau kekurangan gizi., kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan dan ibu hamil dnegan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah. (Manuaba 1998).
Data World Health Organization (WHO) 2010, 40% kematian ibu di negara berkembang beraitan dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi, dan perdaraahan akut, bahkan jarak keduanya saling berinteraksi. Anemia dalam kehamilan merupakan masalah kesehatan yang utama di negara berkembang dengan tingkat morbiditas tinggi pada ibu hamil. Rata-rata kehamilan yang disebabkan karena anemia di Asia diperkirakan sebesar 72,6%. Tingginya pravelensinya anemia pada ibu hamil merupakan masalah yang tengah dihadapi pemerintah indonesia (Adawiyani, 2013).
Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2010 menyebutkan bahwa angka ematian ibu (AKI) di Indonesia sebesar 220 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari targetRancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2014 sebesar 118 per 100.000 kelahiran hidup dan targt Milenium Developmen Goals (MDG’s) sebesa 102 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2015 (Kemenes RI, 2011).
Pravelensi anemia ibu hamil di Indonesia adalah 70% atau 7 dari 10 wanita hamil menderita anemia. Anemia defisiensi besi dijumpai pada ibu hamil 40%. Ikatan Bidan Indonesia (2000) untuk mendetesi anemia pada kehamilan dilakukan pemeriksaan kadar Hb ibu hamil. Pemeriksaan dilakukan pertama sebelum minggu ke 12 dalam kehamilan dan minggu e 28. Bila kadar Hb kurang dari 11gr% pada kehamilan dinyatakan anemia dan harus diberi suplemen tablet zat besi (Fe) secara teratur 1 tablet/hari selama 90 hari.
A. Anemia dan kehamilan
Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah eritrosit yang berdar atau konsentrasi hemoglobin menurun. Sebagai akibatnya, ada penurunan transportasi oksigen dari paru ke jaringan perifer. Selama kehamilan, anemia lazim terjadi dan biasanya disebabkan oleh defisiensi besi, sekunder terhadap kehilangan darah sebelumnya atau masukan besi yang tida adekuat.
Anemia dalam kehamian adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5 gr% pada trimester 2, nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2. (Cunningham F, 2005).
Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia akibat kekurangan zat besi karena kurangnya asupan unsur besi dalam maanan. Gangguan penyerapan, peningkatan ebutuhan zat besi atau karena terlampau banyaknya zat besi yang keluar dari tubuh, misalnya pada perdarahan. Wanita hamil butuh zatbesi sekitar 40 mg perhari atau 2 kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil. Jarak kehamilan sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia saat kehamilan. Kehamilan yang berulang dalam waktu singkat akan menguras cadangan zat besi ibu. Pengaturan jarak kehamilan yang bai minimal dua tahun menjadi penting untuk diperhatikan sehingga badan ibu siap untuk menerima janin kembali tanpa harus menghabiskan cadangan zat besinya (Mardliyanti, 2006).
B. Etiologi
Penyebab anemia umumnya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan darah saat persalinan yang lalu, dan penyakit-penyakit kronik (Mochtar, 2004).
Dalam kehamilan penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan disebabkan oleh karena dalam kehamilan keperluan zat makanan bertambah dan terjadinya perubahan-perubahan dalam darah, misalnya penambahan volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah merah. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidrema atau hipervolemia. Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Dimana pertambahan tersebut adalah pasma 30%, seldarah 18 %, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam ehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut,, keluaran jantung (cardiac output) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula sehingga tekanan darah tidak naik (Wiknjosastro, 2005).
Selama hamil volume darah meningat 50% dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikti menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfus dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua (Smith et al 2010).
Wanita hamil cenderung terkena anemia pada triwulan III karena pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama setelah lahir.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil adalah:
1. Umur ibu
Ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu 74% menderita anemia dan ibu hamil yang berumur 20-35 tahun yaitu 50,5% menderita anemia.
Faktor umur merupakan faktor kejadian anemia pada ibu hamil.umur seorang ibu berkaitan dengan alat-alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun. Kehamilan diusia <20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia <20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cendrung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatan kurangnnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia >35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang seing menimpa diusi ini. Hasil penelitian didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia (Amirudin dan Wahyuddin, 2004)
2. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahiran oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai resiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbai untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. (Djalimus dan Herlina, 2008)
3. Jarak kehamilan
Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung. ( Wiknjosastro, 2005)
4. Pendidikan
Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang diderita masyarakat adalah karena kekurangan gizi banyak di jumpai daerah pedesaan dengan malnutrisi atau kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan dengan jarak yanng berdekatan, dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah. ( Amirudin dan Herlina 2004).
C. Klasifikasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan darah menurut Manuaba 1998 adalah sebagai berikut:
1. Komponen (bahan) yang berasal dari makanan terdiri dari.
a. Protein, glukosa, dan lemak
b. Vitamin B12, B6, asam folat, dan Vit C
c. Elemen dasar Fe, ion Cu dan zin.
2. Sumber pembentuan darah
a. Sumsum tulang
3. Kemampuan resorbsi usus halus terhadap bahan yang diperlukan
4. Umur sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari. Sel-sel darah merah yang sudah tua dihancurkan kembali menjadi bahan baku untuk membentu sel darahy yang baru.
5. Terjadinya perdarahan kronik (menahun)
a. Gangguan menstruasi
b. Penyakit yang menyebabkan perdarahan pada wanita seperti mioma uteri, polip serviks, penyakit darah.
c. Parasit dalam usus,askariasis, ankilostomiasis, taenia.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas, anemia dapat digolongkan menjadi :
1. Anemia defisiensi besi (kekurangan zat besi)
2. Anemia megaloblastik (kekurangan vitamin B12)
3. Anemia hemolitik (pemecah sel-sel darah lebih cepat dari pembentukan)
4. Anemia hipoplastik (gangguan pembentukan sel-sel darah)
D. Manifestasi Klinis
Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda. (Manuaba 1998).
Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan Sahli dapat digolongkan sebagai berikut :
Hb 11 gr % tidak anemia
Hb 9-10gr% anemia ringan
Hb 7-8gr% anemia sedang
Hb <7gr% anemia berat
Pemerisaan darah darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada trimester 1 dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa sebagaian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet pada ibu-ibu hamil dipuskesmas. (Manuaba 1998).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan pravelensi anemia (Nyoman, 2002). Keuntungan metode pemeriksaan Hb adalah mudah, sederhana dan penting bila kekurangan besi tinggi, seperti pada kehamilan sedangkan keterbatasan pemerisaan Hb adalah spesifitasnya kurang yaitu sekitar 65-99% dan sensitifitasnya 80-90% (Riswan,2003).
Anemia pada ibu hamil berdasarkan pemeriksaan dan pengawasan Hb dengan Sahli dapat digpolong kan berdasarkan beratringannya terbagi menjadi, anemia berat jika Hb 7gr%, anemia sedang jika kadar Hb antara 7 sampai 8gr% dan bila aneia ringan jika kadar Hb antara 9 sampai 10gr% (Manuaba ,2001).
Metode yang paling sering digunaan dilaboratorium dan paling sederhana adalah metode sahli dan sampai saat ini baik di puskesmas maupun di beberapa Rumah Sakit. Pada metode sahli, hemoglobin dihidrolisis dibentuk dengan HCL menjadi forroheme oleh oksigen yang ada diudara diosidasi menjadi ferriheme yang segera bereaksi dengan ion CL membentuk Ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna coklat. Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standard, karena membandingan pengamatan dengan mata secara langsung tanpa menggunakan alat, maa subjektivitas hasil pemeriksaan sangat berpengaruh hasil pembacaan (Supariasa, dkk, 2001).
F. Bahaya Anemia Terhadap Kehamilan
Bahaya nemia pada kehamilan menurut (Manuaba, 2007) dapat digolongkan menjadi :
1. Pengaruh anemia terhadap kehamilan
a. Bahaya selama kehamilan
1) Dapat terjadi abortus
2) Persalinan prematur
3) Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
4) Mudah terjadi infeksi
5) Ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 gr%)
6) Mola hidatidosa
7) Hiperemis gravidarum
8) Perdarahan anterpartum
9) Ketuban pecah dini.
b. Bahaya saat persalinan
1) Gangguan kekuatan mengejan
c. Pada kala nipas
1) Terjadi subinvousi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum
2) Memudahkan infeksi puerperium
3) Pengeluaran ASI berkurang
4) Dekompensasi kordis mendadak setelah persainan
5) Anemia kala nipas
6) Mudah terjadi infeksi mamae.
2. Bahaya terhadap janin sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai nutri dari ibunya, dengan adanya anemia kemampuan metabolisme tubuh akan berkuran sehingga pertumbuhan dan perkembangan janian dalam rahim akan terganggu. Akibat anemia pada janin antara lain adalah :
a. Abortus
b. Kematian
G. Pencegahan
1. Konsumsilah suplemen zat besi,suplemen asam folat dan atau suplemen vitamin B12
2. Konsultasikan kepada dokter mengenai porsi makanan yang dapat dikonsumsi selama kehamilan untuk mencegah terjadinya anemia seperti daging merah, sayuran, telur, buah-buahan dan lain-lain.
3. Lakukan pemerikasaan darah unutk melihat hemoglobin dan kadar hematokrit sehingga dapat diketahui apa ibu mengalami anemia sehingga dapat melakukan penanganan dini.
Dalam Suatu Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola makan dan kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Jalan Gedang Kota Bengkulu. Berdasasarkan study awal yang dilakukan pada 10 Orang Ibu hamil di wilayah kerja puskesmas jalan gedang didapatkan 5 orang ibu mengalami Anemia kehamilan pada trimester I dan II, ketika ditanya hal ini disebabkan karena menu makanan yang seadanya dan karena adanya mual muntah. Metode penelitian yang digunakan adalah desain cross sectional analitik deskriptif. Studi ini dilakukan di Puskesmas Jalan Gedang Kota Bengkulu dari tanggal 1 sampai 1 Mei 2017, dengan sampel 30 responden. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar kuesioner dan dokumentasi status pasien dan kemudian dianalisis dengan univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil dari 30 responden adalah separuh responden (50,0%) memiliki pola makan yang tidak sehat, hampir setengah dari responden (26,7%) mengalami anemia. Berdasarkan Chi-Square test p-value = 0,035, yang menunjukkan ada hubungan antara diet dan kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Jalan Gedang Kota Bengkulu.
Puskesmas Jalan Gedang terdiri dari Puskesmas Induk dan Pustu L.Butai, K.Tebeng, dan SL.Baru. Program yang dilaksanakan di Puskesmas jalan gedang, terdapat enam program yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Kesehatan Lingkungan, Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), promosi kesehatan, dan perbaikan gizi (Profil Puskesmas jalan gedang, 2017). Fasilitas yang terdapat di Puskesmas Jalan Gedang Kota Bengkulu diantaranya 1 buah gedung Puskesmas, 3 buah gedung Puskesmas Pembantu, 1 buah kendaraan roda empat, 6 buah kendaraan roda dua dengan kondisi 3 sangat baik dan 3 rusak ringan, timbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, body feat, Tensi meter, Brangkar, Mikroskop, dan pemeriksaan mounth dental chair (Profil Puskesmas jalan gedang, 2017). Tabel berikut adalah hasil univariat dari variabel pola makan pada ibu hamil:
Berdasarkan hasil tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa dari 30 responden yang dijadikan sampel, terdapat sebagian responden (50,0%) memiliki pola makan yang tidak sehat.
Berdasarkan hasil tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa dari 30 responden yang dijadikan sampel, terdapat hampir sebagian kecil responden (26,7%) mengalami anemia.
Berdasarkan hasil tabel 3 diatas menunjukkan bahwa dari 15 responden yang pola makan tidak sehat terdapat hampir sebagian besar responden (46,7%) mengalami anemia, sedangkan dari 15 responden yang pola makan sehat terdapat hampir seluruh responden (93,3%) tidak mengalami anemia. Hasil analisis bivariat menggunakan uji statistik Chi-square (Fisher's Exact Test) didapat nilai p-value = 0,035 < α 0,05 berarti signifikan maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang menunjukan ada hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia pada ibu hamil
DAFTAR PUSTAKA
Mariana, D., Wulandari, D., & Padila, P. (2018). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas. Jurnal Keperawatan Silampari, 1(2), 108-122. https://doi.org/https://doi.org/10.31539/jks.v1i2.83
DAFTAR PUSTAKA
Mariana, D., Wulandari, D., & Padila, P. (2018). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas. Jurnal Keperawatan Silampari, 1(2), 108-122. https://doi.org/https://doi.org/10.31539/jks.v1i2.83
Komentar
Posting Komentar